Nonton Film Whispering Sands – Berlian dan putri remajanya, Daya, melarikan diri dari kekerasan politik. Terus-menerus melamun bahwa ayahnya yang tidak hadir akan kembali, Daya muda merasa gerah di bawah tangan keras ibunya. Dipaksa untuk pindah ke pedalaman dari rumah tepi laut mereka ke gurun pasir yang terus berubah, pasangan ini menetap di antagonisme yang akrab. Akhirnya, Daya melihat wajah yang samar-samar dikenalnya datang dari seberang gurun. Dian Sastrowardoyo begitu “beruntung” alasannya ialah bisa terlibat dalam dua film yang cukup berperan besar dalam menandai kebangkitan industri perfilman Indonesia. Yang paling dikenal tentu saja ketika ia berperan sebagai Cinta dalam AADC, tapi setahun sebelumnya, ketika usianya gres menginjak 19 tahun Dian Sastro juga ikut ambil bab dalam film Pasir Berbisik karya Nan Achnas (Kuldesak, The Photograph) yang berhasil meraih kesuksesan dalam aneka macam pameran film mancanegara. Film yang mempunyai judul internasional Whispering Sands ini sukses membawa Dian Sastro menjadi Best Actress dalam Deauville Asian Film Festival serta Singapore International Film Festival. Di festival-festival lain film ini juga meraih kesuksesan termasuk tiga piala (Best New Director, Best Cinematography dan Best Sound) dalam Asia Pasific Film Festival. Film ini sendiri tidak hanya dibintangi oleh Dian Sastro, alasannya ialah ada banyak nama-nama besar lainnya ibarat Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Didi Petet, penyanyi Dessy Fitri, komedian senior Mang Udel, hingga Dik Doank yang muncul dalam sebuah tugas kecil. Dengan segudang prestasi serta nama besar baik di depan maupun belakang layar, Pasir Berbisik jelas merupakan salah satu film “kelas berat” yang begitu menarik perhatian.
Daya (Dian Sastrowardoyo) ialah seorang gadis muda yang tinggal hanya berdua dengan sang ibu, Berlian (Christine Hakim) di sebuah perkampungan yang terletak di sekitar pantai. Berlian bekerja menjadi seorang penjual jamu untuk menghidupi mereka berdua sehabis sang suami, Agus (Slamet Rahardjo) yang dulunya merupakan seorang dalang “menghilang” beberapa tahun kemudian disaat Daya masih kecil. Pada ketika itu, kondisi kampung daerah mereka tinggal juga tengah memanas sehabis terjadi beberapa pembunuhan dan pembakaran rumah. Perpaduan beberapa konflik itulah yang menghipnotis cara Berlian mendidik Daya. Daya tidak mendapat kebebasan untuk melaksanakan hal-hal yang ia mau termasuk bersosialisasi dengan beberapa orang. Hal itu membuat Daya tidak menyukai sang ibu dan menghabikan waktunya dengan terus berharap suatu hari sang ayah akan pulang dan membawanya pergi dari daerah tersebut. Seiring berjalannya waktu, kondisi makin memanas dan memaksa Berlian membawa Daya pergi dari kampung tersebut menuju sebuah daerah berjulukan Pasir Putih. Disanalah Daya mulai bertemu dengan banyak orang ibarat Sukma (Dessy Fitri) yang dengan cepat menjadi sahabatnya beserta sang kakek (Mang Udel) yang mengajari Daya menulis dan berhitung, hingga seorang lintah berjulukan Suwito (Didi Petet). Di Pasir Putih jugalah Daya kembali bertemu dengan Agus yang justru membawa konflik gres lagi.
Tipikal film seorang Nan Achnas ialah apa yang sering disebut sebagai
arthouse movie atau film “nyeni” yang cenderung berat entah itu dongeng maupun cara bertuturnya. Sama ibarat sutradara perempuan lainnya Mouly Surya, film-film garapan Nan Achnas cenderung berjalan lambat, penuh simbol serta minim obrolan alasannya ialah lebih banyak berbicara lewat gambar-gambar. Hal yang sama berlaku juga untuk
Pasir Berbisik dimana hamparan gurun pasir luas yang gersang lebih banyak hadir daripada percakapan antar pemainnya. Jika ada dialog, itupun hadir disaat memang benar-benar diharapkan dan dilafalkan tidak dengan meledak-ledak meskipun itu merupakan adegan yang emosional. Perasaan sepi memang coba dibangun dalam film ini dan hal itu memang sesuai dengan dongeng filmnya. Namun sepi bukan berarti membosankan. Film ini punya banyak “senjata” yang membuat saya tidak pernah merasa bosan mengikuti 110 menit filmnya yang sepi dan lambat itu. Pertama terang sinematografi indah garapan Yadi Sugandi yang memang luar biasa. Hamparan pasirnya, gubuk-gubuk reyot yang gelap itu, hingga langit dengan matahari yang bersinar terang nan terasa gersang hadir membuat keindahan visual yang bukan merupakan
style over substance. Kenapa? Karena film ini bukan hanya jualan gambar, apalagi gambar indahnya mendukung jalinan dongeng juga. Jangan lupa untuk selalu cek Film terbaru kami di
KITA NONTON.